Era Layar dan Mental Anak-Anak Kita  

Rabu, 17 September 2008

Lihat iklan permen Hexos kan ? Adegan merayu yang dijawab oleh suara perempuan yang mendesah lebih mirip kucing kawin. Atau iklan wafer coklat Romeo dan Juliet dengan soundtrack “kugigit lagi Romeoku, kugigit lagi Julietku” dan satu lagi, tentu masih kita ingat iklan mie instant yang mengakrabi kita sekitar tahun 2002, dengan slogan “hot hot hot” nya.

Ini baru contoh kecil dari tayangan-tayangan yang dikonsumsi oleh semua umur. Iklan produk itu sebetulnya lebih mengedepankan sensualitas tubuh dan suara wanita sexy dibandingkan produk yang dijualnya. Produk-produk dibungkus dalam kemasan yang menggoyang syahwat konsumen, dengan dalih kreatifitas. Bahkan penonton bisa berbeda-beda dalam menginterprestasikannya.

Tayangan sinetronpun tak kalah berani mengumbar adegan mesra ; mempertontonkan bagamana cara berpacaran, fenomena homoseksual, bencong, mistik, juga kekerasan dalam rumah tangga. Semua adegan tersebut dapat dipastikan ada di setiap sinetron-sinetron lokal. Menjijikkan !.

Goyang dangdut, patah-patah, ngebor, ngecor, atau gergaji…dengan mudah disaksikan si kecil, buah hati kita yang sedang memasuki tahap imitasi. Anak-anak tinggal menekan remote mencari chanel tv yang mereka inginkan, tanpa pengawasan…dan mulailah mereka mengikuti kursus praktis “cara hidup yang tidak ketinggalan zaman”. Tak heran bila Diane (4 thn), anak tetangga saya yang cantik, lucu dan menggemaskan itu bisa menirukan goyang Dewi Persik yang menurut saya “nggilani”. Lucu ??? sama sekali tidak !

Ini baru tayangan tv. Belum lagi VCD dan DVD porno yang sangat tidak layak menjadi tonton mereka. Anak-anak kita adalah anak-anak milenium. Anak yang sejak lahir tidak gagap teknologi. Merekapun sejak dini mengenal bermacam games, dari HP orang tua mereka, Play Station (PS), komputer, bahkan internet yang dapat dengan mudah diakses di rumah sendiri. Cukup mencengangkan, ketika tanpa sengaja saya melihat anak tetangga yang asik masyuk bermain PS. You know what ? di dalam permainanpun, pornografi ternyata tak luput menjadi menu utama. Permainan tarzan kecil yang bergelantungan semula tak membuat orang tua “ngeh“. Orang tua berpikir, anak mereka aman bermain di dalam rumah, padahal anak-anak menyaksikan bagaimana caranya bersetubuh. Astaga !

Di tengah banjir informasi yang menyesatkan tentang seks dan minimnya kontrol orang tua, bukan tak mungkin jiwa-jiwa labil mereka mengalami kebingungan (untuk tidak mengatakan : mengalami kerusakan).

Tulisan ini adalah wujud dari kegelisahan saya terhadap nasib generasi penerus bangsa. Setiap orang tua tentu ingin anak-anaknya tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas, bertakwa, dan tidak ketinggalan zaman (tentu bukan zaman edan). Untuk itulah, dengan saya mendukung pemblokiran situs porno . Meski pertanyaan demi pertanyaan terus bergayut ; efektifkah tindakan pemerintah ini ?.

Memang, upaya pemblokiran situs porno tidak akan serta merta menghapus hasrat dan keinginan pengguna internet untuk menikmati gambar-gambar porno, hal yang sebaliknya akan sangat mungkin terjadi. Namun setidaknya, anak-anak kita tidak dapat dengan mudah mengakses situs porno yang konon dalam seminggu update ratusan ini.Red

AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Design Website Radio Yobel Fm Oleh :Dhimas HR)