Materi Iklan Harus Dari Dalam Negeri  

Sabtu, 20 September 2008

Yobel New's

Seluruh materi iklan yang ditayangkan media penyiaran di Indonesia harus berasal dari dalam negeri. Ketentuan ini akan diterapkan mulai pekan depan. Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil (Sekarang M.Nuh_Red) mengatakan penerapan aturan itu untuk memacu perkembangan industri periklanan nasional. "Saat ini iklan kita didominasi oleh iklan produksi asing," kata Sofyan di Jakarta, Selasa malam lalu.

Dia menjelaskan keharusan menayangkan iklan produksi dalam negeri itu akan diatur dalam sebuah peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika. Peraturan ini akan berlaku untuk semua jenis media penyiaran, termasuk penyelenggaraan siaran televisi berbayar. Peraturan itu, kata Sofyan, sebagai petunjuk pelaksana penayangan iklan yang diatur dalam Undang-Undang Penyiaran. Pemberlakuan peraturan itu akan melalui tahap transisi selama enam bulan hingga satu tahun. Masa transisi ini untuk menghabiskan kontrak penayangan iklan televisi yang sudah berjalan sebelumnya. Namun, kata dia, tidak semua jenis iklan harus diproduksi di dalam negeri. "Ada iklan khusus seperti dari organisasi internasional yang memang harus dibuat di luar negeri," ujar Sofyan.

Menurut anggota staf khusus Menteri Komunikasi dan Informatika, Alexander Rusli, pemerintah saat ini masih membahas peraturan itu dengan para pemangku kepentingan, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. "Tapi hasil pembahasan itu belum bisa saya disampaikan," ujarnya. Meski demikian, peraturan itu harus segera selesai agar bisa diberlakukan pekan depan. Keinginan pemerintah membuat peraturan ini dimaksudkan agar produk periklanan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Namun, kata Alexander, ketentuan itu masih memberi ruang bagi penggunaan kandungan asing, seperti aktor dan produser pembuat iklan. "Yang jelas, untuk mereka masih ada pengecualian," ujarnya.

Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia Narga S. Habib menanggapi positif rencana ini. Namun, ia menyangsikan ketentuan itu bisa sejalan dengan kebutuhan pasar. "Sebab, di zaman globalisasi saat ini, sulit membuat penegasan (penerapan peraturan) seperti itu," ujarnya. Narga juga berharap pemerintah tidak membuat pembatasan yang terlalu banyak, terlebih bagi produsen pembuat iklan. Sebab, tidak banyak produser iklan dalam negeri yang unggul dari sisi kualitas. "Jam terbang mereka kebanyakan masih rendah," ujarnya.

Dia mengusulkan agar pemerintah menetapkan system asistensi yang memperbolehkan produser luar negeri dibantu oleh asisten produser dari dalam negeri untuk keperluan pembelajaran. Pemerintah perlu menetapkanperaturan itu secara jelas, dengan tidak terlalu banyak mengumbar bentuk pengecualian hukum. "Kalau terlalu banyak peraturannya, tidak efektif," tuturnya. Narga memprediksi belanja iklan televisi nasional pada2006 mencapai Rp 6,5 triliun. Biasanya biaya pembuatan iklan televisi berkisar 25 persen dari total belanja iklan. Sedangkan biaya produksi sebuah iklan sebesar Rp 50 juta hingga Rp 15 miliar. Pada 2007, Narga memprediksi belanja iklan akan naik 15-20 persen.

Eko Nopiansyah | Riky Ferdianto.

Sumber : Koran Tempo
Ekonomi dan Bisnis

Redaksi

AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Design Website Radio Yobel Fm Oleh :Dhimas HR)